BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam
dunia politik pemerintah berperan penting untuk menyelenggarakan
kepemerintahannya dengan baik dan juga berperan aktif untuk memajukan
kesejahteraan dan perekomonian rakyat, baik itu pemerintah pusat, pemerintah
daerah maupun pemerintah kabupaten.
Indonesia adalah salah satu negera yang menganut Sistem Otonomi
Daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi daerah mulai
diberlakukan sejak tahun 1999 yang diharapkan dapat membantu dan mempermudah
penyelenggaraan negara. Dengan adanya otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk
mengatur daerahnya sendiri namun tetap dikontrol oleh pemerintah pusat dan
undang-undang. Otonomi daerah ini merupakan bagian dari desentralisasi[1]
hal ini di tujukan agar kemajuan suatu daerah dapat merata.
Namun, otonomi daerah ini tidak akan
berjalan sesuai dengan harapan jika sumber daya manusianya tidak mempunyai hati
nurani dan tidak mempunyai tangung jawab yang baik. Dari sistem Otonomi Daerah ini
mempunyai dampak positif dan negative masing-masing.
Secara garis besar pembuatan makalah
kami ini akan membahas tentang:
Ø Pengertian,Visi dan Prinsip-prinsip otonomi daerah,
Ø Tujuan dan Manfaat dari otonomi daerah,
Ø Dampak yang di timbulkan dari otonomi daerah.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Pengertian Otonomi Daerah
Istilah
otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang
berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Buntuk
tetap mengikut Bayu Suryaninrat; 1985)
Beberapa
pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
- F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
- Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
- Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara
secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood
(1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang
mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang
substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Dengan
otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang
dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri,
mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk
berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar
pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan
yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang
harus dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta
kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup
untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat
tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius
(1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan
politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan
perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk
menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah
senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.[2]
Terlepas
dari itu pendapat beberapa ahli yang telah di kemukakan di atas, dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak
dari rumusan di atas dapat di simpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya
mempunyai tiga aspek, yaitu:
1.
Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
2.
Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan
dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu
kerangka pemerintahan nasional.
3.
Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan
baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga
terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam
pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur
rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiayaan serta perangkat
pelaksanaannya.Sedangkan kewajiban harus mendorong pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan nasional.Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah
daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri,
perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih
jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah
mempunyai arti bahwa daerah harus mampu:
1.
Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun
dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.
Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta
peraturan pelaksanaannya.
3.
Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.
Memiliki alat pelaksana baik personil maupun
sarana dan prasarananya.[3]
2.
Visi Otonomi
Daerah
Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan
pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup
utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
Di bidang politik, pelaksanaan
otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala
pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat
luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan
keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul
dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah,
baik propinsi, kabupaten maupun kota.Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya
calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat
propinsi maupun kabupaten atau kota.
Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu
pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di
daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah
mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya.
Dalam konteks ini, otonomi daerah akan
memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan
fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai
infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian
otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi dari waktu ke waktu.
Di bidang sosial budaya, otonomi
daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada
saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif
terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya
dan kehidupan global.[4]
3.
Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Prinsip-prinsip
pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah
sebagai berikut :
- Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
- Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
- Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
- Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
- Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
- Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.[5]
4.
Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah sebagai salah satu
bentuk dari desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk
memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang
terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan
pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
1.
Dari segi politok adalah mengikutsertakan,
menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah
sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional.
2.
Dari segi menejemen pemerintahan adalah untuk
meningkatkan daya dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan.
3.
Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan
partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan
masyarakat untuk mandiri.
4.
Dari segi pembangunan, adalah untuk melancarkan
pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.[6]
Adapun tujuan dari otonomi daerah
menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, Pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan otonomi daerah
ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan
yang memang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berikut
penjelasannya:
1.
Meningkatkan Pelayanan Umum
Dengan adanya otonomi
daerah diharapkan ada peningkatan pelayanan umum secara maksimal dari lembaga
pemerintah di masing-masing daerah.Dengan pelayanan yang maksimal tersebut
diharapkan masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari otonomi
daerah.
2.
Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat
Setelah pelayanan yang
maksimal dan memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah
otonom bisa lebih baik dan meningkat.Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut
menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan hak dan wewenangnya secara
tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.
3.
Meningkatkan daya saing daerah
Dengan menerapkan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan daya saing
daerah dan harus memperhatikan bentuk keanekaragaman suatu daerah serta kekhususan
atau keistimewaan daerah tertentu serta tetap mengacu pada semboyan negara kita
"Bineka Tunggal Ika" walaupun berbeda-beda namun tetap satu
jua.
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah
yaitu membebaskan pemerintah pusat dari berbagai beban dan menangani urusan
suatu daerah yang bisa diserahkan kepada pemerintah daerah.Oleh karenanya
pemerintah pusat memiliki kesempatan untuk mempelajari, merespon, memahami
berbagai kecenderungan global dan menyeluruh serta dapat mengambil manfaat daripadanya.
Pemerintah pusat diharap lebih mampu berkonsentrasi dalam perumusan kebijakan
makro atau luas yang sifatnya umum dan lebih mendasar, juga dengan adanya
desentralisasi daerah dapat mengalami proses pemberdayaan yang lebih optimal.
Sehingga kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, dan
dalam mengatasi masalah yang terjadi di daerahnya semakin kuat. Tujuan
lainnya dari kebijakan otonomi daerah antara lain : mengembangkan kehidupan
demokrasi, pemerataan, keadilan, mendorong dalam memberdayakan masyarakatnya,
meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD juga
memelihara hubungan baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
5. Manfaat Otonumi Daerah
Adapun manfaat otonomi daerah yaitu memberikan hak kepada
daerah otonom untuk mengatur daerahnya sendiri, agar mereka memiliki kebebasan
dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakatnya, juga mempermudah pemda
otonom untuk mengetahui atau mengerti kebutuhan masyarakat didalamnya. Manfaat otonomi
daerah lainnya antara lain:
a. Pelaksanaan otonomi daerah dapat dilaksanakan sesuai kepentingan
masyarakatnya.Memotong jalur birokrasi yang sedikit rumit dan prosedur yang
sangat terstruktur dari pemerintah pusat.
b. Mampu meningkatkan efisiensi pemerintahan pusat, pejabat pusat tidak lagi
menjalankan tugas rutin ke daerah-daerah karena hal itu bisa diserahkan
kepada pejabat daerah otonom.
c. Dapat meningkatkan pengawasan dalam berbagai kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh elite lokal, yang biasanya tidak simpatik dengan
program-program pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan dari
kalangan miskin di suatu pedesaan.
d. Dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa disuatu daerah dengan biaya
yang terjangkau dan lebih rendah, hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah
pusat karena telah diserahkan kepada pemda.[7]
6.
Tantangan dalam Otonomi Daerah
Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah
gagasan yang luar biasa yang menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan berbangsa
dan bernegara yang lebih baik. Namun dalam realitasnya gagasan tersebut
berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah
di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan sejumlah tantangan yang
berat untuk mewujudkan cita-citanya. Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut datang dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah
tantangan di bidang hukum dan sosial budaya.
Pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk reformasi
berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana euphoria reformasi dan dalam
situasi dimana krisis ekonomi sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat,
Negara Indonesia membuat suatu keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di Judicial Review
dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini
dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia. Judicial review tersebut dilaksanakan dengan
mendasarkannya pada logika hukum.
Pada
gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan dimana mereka harus
memahami peraturan perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa adanya
pemahaman yang baik dari aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi
daerah di Kab/Kota di Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan
persoalan hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-undangan tidak
sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan nilai sosialnya dan
tidak dapat dilaksanakan.
Salah
satu faktor penyebabnya adalah kelemahan aspek regulasi yang terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan implementasi regulasinya. UU Nomor 32
Tahun 2004 telah berhasil menyelesaikan beberapa masalah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah, namun dalam pelaksanaannya, ketidakjelasan pengaturan
dalam UU ini sering menimbulkan permasalahan baru yang dapat menjadi sumber
konflik antarsusunan pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya
menyebabkan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan
secara efektif dan efisien. Sehingga kita memandang perlu UU ini perlu diubah
atau diganti.
Untuk
itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan Daerah) sebagai
pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang dibahas dengan DPR, pada
dasarnya mencoba memperbaiki kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004. RUU Pemerintahan
Daerah dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam berbagai aspek
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain
itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan kebutuhan hukum untuk
mengakomodir dinamika pelaksanaan desentralisasi, antara lain pengaturan
tentang hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, adanya jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.[8]
7. Dampak Otonomi Daerah
Adapun dalam pelaksanaan otonomi daerah juga ada
dampak-dampaknya, baik itu dampak positif maupun dampak negative. Berikut ini
dampak positif dan negative dalam penyelenggaraan otonomi daerah :
A. Dampak Positif
Dampak positif otonomi
daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan
mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas local yang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan
respon tingi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak dari pada yang
didapatkan melalui jalur birokrasi daro pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
B. Dampak Negatif
Dampak negative dari
otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah
untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme.Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan
daerah yang tidak sesuai dengan tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara,
seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah.
Hal tersebut
dikarenakan dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah
mangawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan
sistem otonomi daerah membuat peranan pemerintah pusat tidak begitu berarti.
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Ø Otonoomi daerah
adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ø visi otonomi
daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan
satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Ø Manfaat otonomi daerah yaitu memberikan hak kepada daerah otonom untuk
mengatur daerahnya sendiri, agar mereka memiliki kebebasan dalam meningkatkan
pelayanan terhadap masyarakatnya, juga mempermudah pemda otonom untuk
mengetahui atau mengerti kebutuhan masyarakat didalamnya.
Ø Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas local
yang ada di masyarakat.
Ø Dampak negative dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi
oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan
Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Ubaedillah, A (2006) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
http://yudiagusprabowo.blogspot.com/2013/06/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.html (diakses pada kamis, 27 Agustus 2015)
http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/tujuan-otonomi-daerah-dan-manfaatnya.html (diakses pada Sabtu, 29 Agustus 2015)
http://www.bkd.jogjaprov.go.id/detail/perkembangan-otonomi-daerah-saat-ini/291(diakses
pada Ahad, 30 Agustus 2015)
[1]Pelimpahan
wewenang dari pemerintah pusat ke perwakilan di daerah.
[3]http://yudiagusprabowo.blogspot.com/2013/06/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.html
(diakses pada kamis 27 Agustus 2015)
[4]A Ubaedillah
DKK,(2006) Demokrasi.Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN
syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation, h.174&175
[5] ibid,
h.191&192
[7]http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/tujuan-otonomi-daerah-dan-manfaatnya.html (diakses pada Sabtu, 29 Agustus 2015)
Ahad, 30 Agustus 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar