Sabtu, 30 April 2016

Otonomi Daerah



BAB 1
PENDAHULUAN

            Dalam dunia politik pemerintah berperan penting untuk menyelenggarakan kepemerintahannya dengan baik dan juga berperan aktif untuk memajukan kesejahteraan dan perekomonian rakyat, baik itu pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun pemerintah kabupaten.
Indonesia adalah salah satu negera yang menganut Sistem Otonomi Daerah dalam pelaksanaan pemerintahannya. Pelaksanaan otonomi daerah mulai diberlakukan sejak tahun 1999 yang diharapkan dapat membantu dan mempermudah penyelenggaraan negara. Dengan adanya otonomi daerah, daerah memiliki hak untuk mengatur daerahnya sendiri namun tetap dikontrol oleh pemerintah pusat dan undang-undang. Otonomi daerah ini merupakan bagian dari desentralisasi[1] hal ini di tujukan agar kemajuan suatu daerah dapat merata.
            Namun, otonomi daerah ini tidak akan berjalan sesuai dengan harapan jika sumber daya manusianya tidak mempunyai hati nurani dan tidak mempunyai tangung jawab yang baik. Dari sistem Otonomi Daerah ini mempunyai dampak positif dan negative masing-masing.
Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:
Ø  Pengertian,Visi dan Prinsip-prinsip otonomi daerah,
Ø  Tujuan dan Manfaat dari otonomi daerah,
Ø  Dampak yang di timbulkan dari otonomi daerah.
     
     





BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Otonomi Daerah
Tujuan Otonomi Daerah Dan Manfaatnya
            Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Buntuk tetap mengikut Bayu Suryaninrat; 1985)
            Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
  1. F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
  2. Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
  3. Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
            Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
            Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun (1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat sesuai dengan kebutuhan setempat.
            Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[2]
            Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah di kemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Beranjak dari rumusan di atas dapat di simpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu:
1.      Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.      Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.      Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.

          Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti dalam bidang kebijaksanaan, pembiayaan serta perangkat pelaksanaannya.Sedangkan kewajiban harus mendorong pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional.Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
          Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu:
1.      Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.      Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.      Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.      Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.[3]

2.      Visi Otonomi Daerah

            Otonomi daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosial dan budaya.
            Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban publik. Gejala yang muncul dewasa ini partisipasi masyarkat begitu besar dalam pemilihan Kepala Daerah, baik propinsi, kabupaten maupun kota.Hal ini bisa dibuktikan dari membanjirnya calon-calon Kepala Daerah dalam setiap pemilihan Kepala Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten atau kota.
             Di bidang ekonomi, otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
           Dalam konteks ini, otonomi daerah akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerahnya. Dengan demikian otonomi daerah akan membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu.
            Di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya dan kehidupan global.[4]

3.      Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah
            Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
  1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
  2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
  3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
  4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
  5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten/daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
  6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
  7. Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
  8. Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.[5]

4.       Tujuan Otonomi Daerah

            Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk dari desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :

1.      Dari segi politok adalah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional.
2.      Dari segi menejemen pemerintahan adalah untuk meningkatkan daya dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan.
3.      Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri.
4.      Dari segi pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.[6]
            Adapun tujuan dari otonomi daerah menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan otonomi daerah ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang memang menjadi urusan pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berikut penjelasannya:
1.      Meningkatkan Pelayanan Umum
            Dengan adanya otonomi daerah diharapkan ada peningkatan pelayanan umum secara maksimal dari lembaga pemerintah di masing-masing daerah.Dengan pelayanan yang maksimal tersebut diharapkan masyarakat dapat merasakan secara langsung manfaat dari otonomi daerah.
2.      Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat
            Setelah pelayanan yang maksimal dan memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah otonom bisa lebih baik dan meningkat.Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut menunjukkan bagaimana daerah otonom bisa menggunakan hak dan wewenangnya secara tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.
3.      Meningkatkan daya saing daerah
Dengan menerapkan otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan daya saing daerah dan harus memperhatikan bentuk keanekaragaman suatu daerah serta kekhususan atau keistimewaan daerah tertentu serta tetap mengacu pada semboyan negara kita "Bineka Tunggal Ika" walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua. 
            Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah yaitu membebaskan pemerintah pusat dari berbagai beban dan menangani urusan suatu daerah yang bisa diserahkan kepada pemerintah daerah.Oleh karenanya pemerintah pusat memiliki kesempatan untuk mempelajari, merespon, memahami berbagai kecenderungan global dan menyeluruh serta dapat mengambil manfaat daripadanya. Pemerintah pusat diharap lebih mampu berkonsentrasi dalam perumusan kebijakan makro atau luas yang sifatnya umum dan lebih mendasar, juga dengan adanya desentralisasi daerah dapat mengalami proses pemberdayaan yang lebih optimal. Sehingga kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah akan terpacu, dan dalam mengatasi masalah yang terjadi di daerahnya  semakin kuat. Tujuan lainnya dari kebijakan otonomi daerah antara lain : mengembangkan kehidupan demokrasi, pemerataan, keadilan, mendorong dalam memberdayakan masyarakatnya, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD juga memelihara hubungan baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

5.      Manfaat Otonumi Daerah

            Adapun manfaat otonomi daerah yaitu memberikan hak kepada daerah otonom untuk mengatur daerahnya sendiri, agar mereka memiliki kebebasan dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakatnya, juga mempermudah pemda otonom untuk mengetahui atau mengerti kebutuhan masyarakat didalamnya. Manfaat otonomi daerah lainnya antara lain:
a.       Pelaksanaan otonomi daerah dapat dilaksanakan sesuai kepentingan masyarakatnya.Memotong jalur birokrasi yang sedikit rumit dan prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintah pusat.
b.      Mampu meningkatkan efisiensi pemerintahan pusat, pejabat pusat tidak lagi menjalankan tugas rutin  ke daerah-daerah karena hal itu bisa diserahkan kepada pejabat daerah otonom.
c.       Dapat meningkatkan pengawasan dalam berbagai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh elite lokal, yang biasanya tidak simpatik dengan program-program pembangunan nasional dan tidak sensitif terhadap kebutuhan dari kalangan miskin di suatu pedesaan.
d.      Dapat meningkatkan penyediaan barang dan jasa disuatu daerah dengan biaya yang terjangkau dan lebih rendah, hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah pusat karena telah diserahkan kepada pemda.[7]

6.      Tantangan dalam Otonomi Daerah
      Gagasan pelaksanaan otonomi daerah adalah gagasan yang luar biasa yang menjanjikan berbagai kemajuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Namun dalam realitasnya gagasan tersebut berjalan tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada gilirannya harus berhadapan dengan sejumlah tantangan yang berat untuk mewujudkan cita-citanya. Tantangan dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut datang dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Diantaranya adalah tantangan di bidang hukum dan sosial budaya. 
      Pelaksanaan  otonomi daerah di Indonesia dimulai segera setelah angin sejuk reformasi berhembus di Indonesia. Masih dalam suasana euphoria reformasi dan dalam situasi dimana krisis ekonomi sedang mencekik tingkat kesejahteraan rakyat, Negara Indonesia membuat suatu keputusan pemberlakuan dan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Selanjutnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia di Judicial Review dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Judicial review ini dilakukan setelah timbulnya berbagai kritik dan tanggapan terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Judicial review tersebut dilaksanakan dengan mendasarkannya pada logika hukum. 
      Pada gilirannya, pemerintahan daerah berhadapan dengan keadaan dimana mereka harus memahami peraturan perundang-undangan hasil judicial review. Tanpa adanya pemahaman yang baik dari aparatur, maka bisa dipastikan pelaksanaan otonomi daerah di Kab/Kota di Indonesia menjadi kehilangan maknanya. Hal ini merupakan persoalan hukum yang sering terjadi dimana peraturan perundang-undangan tidak sesuai dengan realitas hukum masyarakat sehingga kehilangan nilai sosialnya dan tidak dapat dilaksanakan.
            Salah satu faktor penyebabnya adalah kelemahan aspek regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan implementasi regulasinya. UU Nomor 32 Tahun 2004 telah berhasil menyelesaikan beberapa masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, namun dalam pelaksanaannya, ketidakjelasan pengaturan dalam UU ini sering menimbulkan permasalahan baru yang dapat menjadi sumber konflik antarsusunan pemerintahan dan aparaturnya yang pada akhirnya menyebabkan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien. Sehingga kita memandang perlu UU ini perlu diubah atau diganti.
            Untuk itu, RUU tentang Pemerintahan Daerah (RUU Pemerintahan Daerah) sebagai pengganti UU Nomor 32 Tahun 2004 yang saat ini sedang dibahas dengan DPR, pada dasarnya mencoba memperbaiki kelemahan UU Nomor 32 Tahun 2004. RUU Pemerintahan Daerah dimaksudkan untuk memperjelas konsep desentralisasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperjelas pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Selain itu, RUU ini juga menambah pengaturan baru sesuai dengan kebutuhan hukum untuk mengakomodir dinamika pelaksanaan desentralisasi, antara lain pengaturan tentang hak warga untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, adanya jaminan terselenggaranya pelayanan publik dan inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.[8]
7.      Dampak Otonomi Daerah
Adapun dalam pelaksanaan otonomi daerah juga ada dampak-dampaknya, baik itu dampak positif maupun dampak negative. Berikut ini dampak positif dan negative dalam penyelenggaraan otonomi daerah :
A.    Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas local yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tingi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak dari pada yang didapatkan melalui jalur birokrasi daro pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
B.     Dampak Negatif
Dampak negative dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah.
Hal tersebut dikarenakan dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mangawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem otonomi daerah membuat peranan pemerintah pusat tidak begitu berarti.
BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
Ø  Otonoomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ø  visi otonomi daerah dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Ø  Manfaat otonomi daerah yaitu memberikan hak kepada daerah otonom untuk mengatur daerahnya sendiri, agar mereka memiliki kebebasan dalam meningkatkan pelayanan terhadap masyarakatnya, juga mempermudah pemda otonom untuk mengetahui atau mengerti kebutuhan masyarakat didalamnya.
Ø  Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas local yang ada di masyarakat.
Ø  Dampak negative dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.


                                                                                                   
2.      DAFTAR PUSTAKA
            Ubaedillah, A (2006) Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
                http://www.google.com//   (diakses pada Rabu, 26 Agustus 2015)
                http://yudiagusprabowo.blogspot.com/2013/06/pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonomi.html (diakses pada kamis, 27 Agustus 2015)
            http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/tujuan-otonomi-daerah-dan-manfaatnya.html (diakses pada Sabtu, 29 Agustus 2015)       
                http://www.bkd.jogjaprov.go.id/detail/perkembangan-otonomi-daerah-saat-ini/291(diakses pada Ahad, 30 Agustus 2015)








[1]Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke perwakilan di daerah.
[2]http://www.google.com//(diakses pada kamis 27 Agustus 2015)
[4]A Ubaedillah DKK,(2006) Demokrasi.Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan The Asia Foundation, h.174&175
[5] ibid, h.191&192
[6]http://www.google.com//(diakses pada Rabu, 26 Agustus 2015)
[7]http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/tujuan-otonomi-daerah-dan-manfaatnya.html (diakses pada Sabtu, 29 Agustus 2015)