Minggu, 22 Mei 2016

Kaidah Bahasa Indonesia




BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
             Dalam pemahaman umum, Bahasa Indonesia sudah diketahui sebagai alat berkomunikasi. Setiap situasi memungkinkan seseorang memilih variasi bahasa yang akan digunakannya. Berbagai faktor turut menentukan pemilihan tersebut, seperti penulis, pembaca, pokok pembicaraan, dan sarana. Dalam berbahasa Indonesia, tingkat kesadaran dan kepatuhan akan kaidah-kaidah kebahasaan secara jelas tergambarkan melalui perilaku berbahasa kita, baik ketika kita menggunakan bahasa Indonesia dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Tata bahasa baku bahasa Indonesia  pada dasarnya merupakan rambu-rambu yang harus disadari dan sekaligus dipatuhi oleh para  pemakai bahasa Indonesia agar perilaku berbahasa mereka tetap memperlihatkan ciri kerapian dan kecermatan. Kerapian dan kecermatan berbahasa ini hanya mungkin apabila bahasa Indonesia itu sendiri sebagai alat komunikasi memang telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat. Ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi oleh bahasa Indonesia agar bahasa persatuan dan  bahasa negara milik bangsa Indonesia itu tetap mantap dapat digunakan sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien. Pertama, kaidah-kaidah kebahasaannya harus mantap. Kedua,  perbendaharaan kata dan peristilahannya harus kaya dan lengkap. Apabila kedua macam  persyaratan itu terpenuhi, bahasa Indonesia telah siap untuk digunakan secara rapi dan cermat untuk berbagai keperluan komunikasi, termasuk dalam konteks upaya mencerdaskan kehidupan  bangsa. [1]
B.     Rumusan Makalah
1.      Apakah kaidah bahasa Indonesia itu ?
2.      Apakah pembinaan Ejaan Bahasa Indonesia itu ?
3.      Bagaimana cara penulisan dan pemakaian huruf yang benar ?
4.      Bagaimana cara penulisan kata yang benar ?
5.      Apa sajakah pungtuasi itu ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kaidah Bahasa Indonesia
Kaidah bahasa merupakan aturan pemakaian bahasa agar bahasa itu tetap terpelihara dalam perkembangannya. Dalam berbahasa, kita harus mengikuti kaidah sehingga bahasa kita menjadi terpelihara dengan baik, sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kaidah bahasa merupakan suatu himpunan beberapa patokan umum berdasarkan struktur bahasa.[2]
            Ada beberapa hal yang perlu kita cermati. Pertama, tampaknya pengertian bahasa yang baik dan benar itu belum dipahami oleh sebagian orang. Kedua, ada anggapan bahwa di mana dan kapan saja berada, kita harus berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Komoditi sebagai penulisannya yang benar, yang standar atau baku. Sebaliknya penulisan komoditas kita lupakan, kita tinggalkan karena salah, tidak bertaat asas pada kaidah EYD yang wajib kita junjung tinggi dalam penegakan hukum dalam segala bidang kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
            Dalam acara yang serius, seperti tayangan berita, diperlukan bahasa Indonesia yang tertib. “Kemudian dalam acara yang tergolong populer, menyangkut semua aspek kemasyarakatan, kebudayaan dan kesenian seyogyanya tidak perlu ada pagar-pagar bahasa yang membuat bahasa menjadi kering, tidak mengalir, tidak intuitif, tidak hidup, sejauh tentu saja itu tidak merupakan bahasa yang kasar, tidak santun, dan tidak senonoh menurut kaidah moralitas statistik,” katanya.
            Kepatuhan setiap warga negara pada ketetapan yang digariskan oleh Pusat Bahasa seperti antara lain pembakuan kosa kata, dapat dipandang sebagai partisipasi aktif yang positif dalam membina terwujudnya bahasa Indonesia yang baik dan benar.
            Mayoritas penutur bahasa Indonesia sudah kerap mendengar atau mengenal EYD sebagai akronim dari Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, tetapi belum memahami sepenuhnya.[3]
            Huruf dan tanda baca dipakai bersama-sama untuk menggambarkan suatu bahasa. Huruf digunakan untuk melambangkan fonem. Huruf merupakan unsur tulisan (bahsa tulis), sedangkan fonem merupakan unsur wicara (bahasa lisan). Fonem ialah suatu bunyi bahasa yang terkecil yang membedakan arti. Contohnya dapat kita dengar perbedaan bunyi /a/ pada kata /abu/ dan /i/ pada kata /ibu/. Bunyi /a/ dan /i/ ini disebut fonem vokal. Contoh lain dapat kita dengar perbedaan bunyi pada kata /sari/ dan /mari/. Bunyi /s/ dan /m/ adalah fonem konsonan. Bunyi-bunyi bahasa yang demikian hanya memerlukan huruf untuk membedakannya dengan kata lainnya.

            Fonem dibedakan atas dua bagian, yaitu fonem vokal dan fonem konsonan. Vokal ialah bunyi ucapan yang terdengar murni karena udara yang keluar dari paru-paru melalui rongga tenggorokan dan rongga mulut tidak dihalangi. Sedangkan konsonan ialah bunyi ucapan yang dihasilkan dengan cara menghalang-halangi udara yang keluar, baik dengan menutup sebentar atau menyempitkan jalan keluar.[4]
B.     Pembinaan ejaan bahasa Indonesia
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan dan ditetapkan sebagai bahasa resmi pada tahun 1945. Usaha pengaturan atau pembinaan bahasa Indonesia dapat dilihat antara lain pada aspek ejaan. Dengan usia yang masih begitu muda, bahasa Indonesia sudah tiga kali menetapkan tiga sistem ejaan. Sistem ejaan yang dimaksud ialah:
1.    Ejaan van Ophuysen, berlaku sejak bahasa Indonesia lahir sampai tahun 1947. Ejaan ini merupakan warisan dari ejaan bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia.
2.    Ejaan Soewandi, mulai berlaku dari tahun 1947 sampai tahun 1972.
3.    Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang yang disingkat dengan EYD. EYD secara resmi berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57/1972 tentang Peresmian Berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

Perbedaan ketiga sistem ejaan tersebut adalah sebagai berikut:
van Ophuysen
1901
Soewandi
1947
EYD
1972
J
Dj
Nj
Sj
Tj
Ch
Z
F
-
oe
J
Dj
Nj
-
Tj
-
-
-
-
U
Y
J
Ny
Sy
C
Kh
Z
F
V
U

Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut:
1.      Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
2.      Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
3.      Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
4.      Mendorong pengembangan bahasa Indonesia.

            Selain ejaan resmi yang pernah berlaku di Indonesia tersebut, dikenal pula tiga jenis ejaan yang hanya sampai pada taraf konsep. Maka terdapat enam jenis ejaan termasuk yang tidak pernah diresmikan, urutannya sebagai berikut:
1.      Ejaan van Ophuysen (1901-1947)
2.      Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik (1947-1972)
3.      Ejaan Pembaharuan Bahasa Indonesia atau Ejaan Prijono Katoppo (1956)
4.      Ejaan Malindo (1966)
5.      Ejaan Baru Bahasa Indonesia (1966)
6.      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972-sekarang)

C.     Penulisan dan Pemakaian Huruf
1.      Macam-macam Huruf
a.       Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas hururf-huruf berikut ini:
Huruf
Nama
Huruf
Nama
Kapital
Kecil
Kapital
Kecil
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
m
A
be
ce
de
e
ef
ge
ha
i
je
ka
el
em
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
n
o
p
q
r
s
t
u
v
w
x
y
z
en
o
pe
ki
er
es
te
u
ve
we
eks
ye
zet

b.      Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
c.       Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, o, r, s, t, v, w, r, y, dan z.
d.      Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
e.       Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

2.      Huruf Kapital
a.       Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk.
b.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
c.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan Kitab Suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, dll.
d.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra Yamin, Imam Syafii, Nabi Ibrahim, dll.
e.       Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
f.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertetu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil Presiden Budiono.
g.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya. Misalnya:  Sidang itu dipimpin Presiden.
h.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Divisi itu dipimpin oleh seorang mayor jendral.
i.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Amir Hamzah
j.        Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: 5 ampere.
k.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya J/K atau JK-1  =  Joule per Kelvin
l.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia.
m.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: pengindonesiaan kata asing.
n.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya,, dan peristiwa sejarah. Misalnya: tahun Hijriah
o.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama peristiwa sejarah. Misalnya: Perang Dunia I
p.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipkai sebagai nama. Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
q.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara
r.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi. Misalnya: Bukit Barisan
s.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya. Misalnya: pempek Palembang.
t.        Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk.
u.      Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya: pisang ambon.
v.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Misalnya: Republik Indonesia.
w.    Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi. Misalnya: Menjadi sebuah republic
x.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dokumen resmi, dan judul karangan.  Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa.
y.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
z.       Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri. Misalnya: Dr. doctor.
aa.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: “Adik bertanya, “Itu apa, Bu?”
bb.  Huruf capital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya: Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
cc.   Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya: Sudahkah Anda tahu?
dd. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu. Contoh pada IB, IC, IE, dan I F15.[5]

3.      Huruf Miring
      Kekeliruan penulisan huruf miring umumnya terjadi hanya pada penggunaan variasi tulisan dalam pengetikan menggunakan komputer. Penggunaan huruf miring sebagian besar dipakai dalam tulisan-tulisan berupa laporan ilmiah. Dalam penulisan laporan biasanya digunakan penekanan-penekanan tertentu terhadap suatu huruf, kata, kalimat, atau paragraf sehingga dibutuhkan teknik khusus untuk menunjukkan penekanan tersebut. Salah satu cara untuk menunjukkan penekanan ini, penulisan dilakukan dengan menggunakan huruf miring.
      Dalam penulisan buku maupun laporan ilmiah, penulis seringkali melibatkan berbagai sumber tertulis/tercetak seperti buku, koran, majalah, novel, cerpen, laman, dan sebagainya. Penulisan terhadap identitas sumber tersebut tentulah membutuhkan teknik tertentu pula. Dalam hal ini, penulis dapat menggunakan penulisan huruf miring. Berikut kaidah penulisan dan penggunaan huruf miring.
a.       Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: Majalah Bahasa dan Sastra diterbitkan  oleh Pusat Bahasa.
b.      Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a.
c.       Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostama.
d.      Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahas Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia. Misalnya: Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi.

4.      Huruf Tebal
a.       Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran. Misalnya: Judul : KAIDAH BAHASA INDONESIA Bab: BAB I PENDAHULUAN Baguan Bab: A. Latar Belakang
b.      Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring. Misalnya: Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris. Seharusnya ditulis dengan huruf miring. Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris.
c.       Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi. Misalnya: Kalah  v 1 tidak menang …; 2 kehilangan atau merugi …; 3 tidak lulus …; 4  tidak menyamai mengalah v mengaku kalah
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan manual, huruf atau kata yang akan dicetak dengan huruf tebal telah diberi garis bawah ganda.
D.    Penulisan Kata
            Dalam penulisan Ilmiah ataupun dalam penerjemahan teks formal, pengeahuan akan ejaan yang di sempurnakan dan penulisan yang benar sesuai dengan EYD sangat di perlukan. Dalam penulisan kata dasar, kaa depan (di, ke dan dari), kata ganti (ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya) dan partikel, acapkali kita dibingungkan dengan nama yang harus ditulis  serangkai dengan kata yang mengikuti atau yang mendahuluinya dan nama yang harus ditulis terpisah. Dibawah ini adalah pedoman penulisan yang sesuai dengan Pedoman Umum EYD RI Nomr 46 Tahun 2009.
1.   Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:
a.     Ibu percaya bahwa engkau tahu.
b.    Buku itu sangat tebal
2.    Kata Turunan
a.       Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. Misalnya:    bergeletar, dikelola, penetapan, menengok, dll.
b.      Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan, atau akhiran, ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti/mendahuluinya. Misalnya:    bertepuk tangan, garis bawahi, sebar luaskan.
c.       Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:    menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan, penghancurleburan.
d.      Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:    ekstrakurikuler, telepon, transmigrasi, pramuniaga, instropeksi, antarkota, mahasiswa, pascasarjana, semiprofesional, dll.
Catatan:
1.      Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme.
2.      Jika kata maha sebagai unsur gabungan kata diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya: Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Pengasih.
3.    Bentuk Ulang
Ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya: lauk-pauk, sayur-mayur, tunggang-langgang, anak-anak, centang-perenang, dll.
4.    Gabungan Kata
a.       Gabungan kata biasa disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta api, mata pelajaran, rumah sakit, simpang empat, dll.
b.      Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri saya, ibu-bapak kami, alat pandang-dengar, dll.
c.       Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: acapkali, adakalanya, beasiswa, dukacita, kasatmata, saputangan, sekalipun, sukacita, dll.
5.    Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Ditulis serangkai dengan kata yang mendahului atau mengikutinya.  Misalnya:   
Apa yang kumiliki boleh kauambil.
Bukuku, bukumu, dan bukunya tersusun rapi.
6.    Kata Depan di, ke, dan dari
Apabila menunjuk kata tempat, ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:    di dalam, di mana, ke mana, ke depan, dari sana, dari kota, dll.
Catatan:
Untuk kata-kata daripada, kepada, serta imbuhan di- yang merujuk kalimat pasif, ditulis serangkai. Misalnya:   
Dia lebih tua daripada adiknya.
Kami percaya kepadanya.
Bawa kemari buku itu.
Dari tadi dia keluar kelas.
Kau dipanggil Ibu.
Pestanya dimeriahkan artis ternama.

7. Partikel
a.       Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:   
Bacalah buku itu baik-baik.
Siapakah pacarmu itu?
Apatah gunanya bersedih hati?
b.      Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.  Misalnya:   
Apa pun makannya, minumnya teh kotak.
Jangankan rumah, gubuk pun aku tak punya.
Kakaknya pintar, adiknya pun pintar.

Catatan: Kelompok kata yang ditulis serangkai apabila menunjukkan hubungan pertentangan. Misalnya:    walaupun, meskipun, sekalipun, kendatipun, sungguhpun, kalaupun.
c.       Partikel per yang berarti 'mulai', 'demi', dan 'tiap' ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului/mengikutinya. Misalnya:  
Per 1 Mei tahun depan, buruh diliburkan. (mulai)
Mereka keluar kelas satu per satu. (demi)
Aku mendapat uang jajan per bulan. (tiap)[6]

E.     Pemakaian Tanda Baca
            Tanda baca sangat esensial dalam bahasa tulis, karena tanpa tanda baca makna kata atau frasa atau kalimat menjadi kabur bahkan kacau.  Tanda baca yang lazim digunakan dewasa ini didasarkan atas intonasi, dan sebagian didasarkan atas relasi gramatikal, frasa, dan inter-relasi antar bagian kalimat.  Tanda-tanda baca yang umumnya dipakai dalam bahasa Indonesia adalah:
1.      Tanda Titik
a.        Tanda titik dipakai pada akhir kalimat. Misalnya: Kita liburan ke Bali.
b.      Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, iktisar, atau daftar. Misalnya: a.1.1  Pembangunan
c.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: Pukul 1.35.20
d.      Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya: 1.3.5.20  jam
e.       Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda Tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Mullik, M. L. 2011.  Bahasa Indonesia Dalam Karya Tulis Ilmiah. Undana Press
f.       Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.  Misalnya:mJumlah buruh yang berdemontrasi adalah 30.800 orang.
g.      Tanda titik tidak dipakai pada  akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, table, dan sebagainya. Misalnya: Fluktuasi pertambahan berat badan ternak sapi dapat di lihat pada Tabel 3 dalam Bab II,  dan Grafik 10 dalam Bab V  buku ini.
h.      Tanda titik tidak dipakai  di belakang (1) alamat pengiriman dan tanggal surat atau (2) nama alamat penerima surat. 
Misalnya: Yth.  Sdr. Nimrot  Kase (tanpa titik)
Jalan Soeharto  72 (tanpa titik)
Kupang (tanpa titik)
1        Maret 2011 (tanpa titik)

2.      Tanda Koma (,)
a.       Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Urutan dari angka bulat terkecil adalah  1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya.
b.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti  tetapi  atau  melainkan. Misalnya: Ia tidak berangkat ke Surabaya, melainkan ke Jakarta.
c.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahuli induk kalimat. Misalnya: Kalau lapar,  saya  Saya akan makan.
d.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi  induk kalimat. Misalnya: Saya akan makan kalau saya lapar.
e.       Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung  antara kalimat  yang terdapat pada awal kalimat.  Termasuk di dalamnya oleh  karena itu, jadi, lagi pula, meskipun, begitu, dan tetapi. Misalnya: … … . Oleh karena itu, saya memutuskan untuk tidak datang.
f.       Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, dari kata lain yang terdapat dalam kalimat. Misalnya: O, saya kira Anda bukan orang  rote.
g.      Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Katanya, “Saya lapar sekali’
h.      Tanda koma dipakai  di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, dan (d) nama tempat dan wilayah atau negara yang ditulis berurutan. Misalnya: Nama dan alamat tempat kerja saya adalah Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Jalan Adisucipto 10, Penfui, Kupang, NTT 85001, Indonesia.
i.        Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Mullik, Marthen.  2011. Bahasa Indonesia Dalan Karya Tulis Ilmiah. Undana Press.
j.        Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya: A.K. Malik, Kalimat Efektif  (Kupang, Undana Press, 2011), hlm 19.
k.      Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: M. L. Mullik, Ph.D.
l.        Tanda koma dipakai  di muka angka persepuluh atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya; 6,9 km
m.    Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Semua mahasiswa, baik jurusan produksi maupun nutrisi, wajib hadir.
n.      Tanda koma dipakai -untuk menghindari salah baca- di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas kesediaannya, diucapi terima kasih.
o.      Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Dari mana Anda memperoleh buku itu?”  tanya kakak sambil melotot.
3.       Tanda Titik Koma (;)
a.       Tanda titik koma  dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya; Rasa kantuk semakin berat; pekerjaan pun belum rampung juga.
b.      Tanda titik koma  dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan yang memisahkan yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya: Ayah membaca Koran di verandah, Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghafal nama-nama pahlawan nasional;  saya sendiri asyik menonton acara “Kick Andy”.
4.      Tanda Titik Dua (:)
a.       Tanda titik dua  dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau perintah. Misalnya: Para pegawai kantor ini membutuhkan peralatan kantor:  meja, kursi, dan komputer, dan printer.
b.      Tanda titik dua  tidak dipakai  jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya: Para pegawai kantor ini membutuhkan  meja, kursi, komputer, dan printer.
c.       Tanda titik dua  dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perintah. Misalnya: Ketua : Kase Metan
d.      Tanda titik dua  dipakai  (a) di antara jilid atau nomor dan halam, (b) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (c) di antara dua judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 13:20-28
5.      Tanda Hubung (-)
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.  Angka  2 pada kata ulang tidak bisa pakai dalam teks karangan resmi. Misalnya: bapak-bapak  (tidak ditulis  bapak 2)
d.      Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: k-e-l-u-r-a-h-a-n
e.       Tanda hubung dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (b) penghilangan  bagian-bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
f.       Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf besar, (b) ke- dengan angka, c) angka dengan –an, (d) singkatan berhuruf besar dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan rangkap. Misalnya: tahun 2000-an
g.      Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-upgrade
6.      Tanda Pisah (-)
a.       Tanda pisah membatasi penyisipan kata yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya: Dengan bekerja bersama  -berdasarkan pengalaman saya.
b.      Tanda pisah menegaskan adanya keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Temuan Esintain  -gaya gravitasi-  telah meletakan landasan yang kuat dalam pengembangan bidang penerbangan.
c.       Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti ‘sampai’ atau ‘sampai dengan’. Misalnya: 1998-2011
7.      Tanda Elipsis (…)
a.       Tanda elpisis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu …, ya, tidak  perlu dirisaukan lagi.
b.      Tanda elpisis menunjukkan  bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Dan, perjuangan pergerakan kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu … bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
8.      Tanda Tanya (?)
Tanda tanya  dipakai pada akhir kalimat tanya, dan  untuk menandai bagian kalimat atau pernyataan yang disangsikan kebenarannya. Misalnya: Apakah Anda dalam keadaan sehat?
9.      Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah malangnya nasib pemuda itu!
10.  Tanda Kurung ((…))
a.       Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Dokumen usulan ini dilengkapi dengan lampiran-lampiran (daftar nama anggota, ijasah, surat keterangan berkelakuan baik, dan hasil wawancara) seperti yang disyaratkan.
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya: Setiap tahun, ratusan peselancar dari berbagai negara mengadu keahlian dalam Kompetisi Selancar  Rote Ndao di Nemberala (pantai yang memiliki gulungan ombak terbaik nomor 2  di dunia)
c.       Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Bajak laut itu berasal dari (pulau) Alor
d.      Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang merinci satu urutan keterangan. Misalnya: Produktivitas menyangkut aspek (a) masukan, (b) proses, dan (c) luaran
11.  Tanda Kurung  Siku ([…])
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Melindungi satwa li[a]r tidaklah mudah.
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung (…). Misalnya: Rumput kume adalah rumput unggul lokal (asli NTT [bernama latin Sorghum plumosum] khususnya terdapat di Timor, Rote, Sabu, Sumba) yang memiliki nilai gizi tinggi.
12.  Tanda petik  (“…”)
a.       Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lainnya. Misalnya: “Saya mandi dulu, ya”  kata Andri.
b.      Tanda petik  mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Puisi “Aku” digubah oleh W.S.Rendra
c.       Tanda petik  mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Model potongan rambut acak dikenal dengan nama “punk”.
13.  Tanda petik  tunggal (‘…’)
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya: Kata ayah, “tidakkah kamu dengar bunyi ‘tok…tok… tok’ di pintu?”
b.      Tanda petik tunggal mengapit makna terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. Misalnya: Sustainable  ‘berkelanjutan’
14.  Tanda garis miring  ( / )
a.       Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun  yang terbagi dalam  dua tahun tawim. Misalnya: No. 124/Fpt/III/2011
b.      Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata dan, atau, atau tiap. Misalnya: Bapak/Ibu/Saudara
15.  Tanda Penyingklat atau Apostrof  (‘)
Tanda  penyingklat atau apsotrof  menunjuk penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Engkau  ’kan  berhasil asalkan tidak menyerah  (‘kan = akan)[7]











BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
1.      Kaidah bahasa merupakan aturan pemakaian bahasa agar bahasa itu tetap terpelihara dalam perkembangannya
2.      Ejaan yang pernah di pelajari di Indonesia: Ejaan van Ophuysen (1901-1947), Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik (1947-1972), Ejaan Pembaharuan Bahasa Indonesia atau Ejaan Prijono Katoppo (1956), Ejaan Malindo (1966), Ejaan Baru Bahasa Indonesia (1966), Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1972-sekarang)
3.      Penulisan dan pemakaian huruf : Huruf abjad, vokal, konsonan, diftog, huruf kapital, huruf miring, huruf tebal,
4.      Penulisan Kata : Kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, kata ganti, kata depan, partikel.
5.      Pungtansi (tanda baca) yang umum digunakan di Indonesia : tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung (-), tanda pisah (_), tanda Elipsis (…), tanda Tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((…)), tanda kurung siku ([…]), tanda petik (“…”) tanda petik tunggal (‘…”), tanda garis miring (/), tanda penyingklat atau apostrof (‘).

B.  Daftar Pustaka
-          Aprilia, Ratu. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta. Difa Publisher.
-          Destyan. 2011. Pedoman EYD Terbaru. Yogyakarta. Planet Ilmu
-          http://www.academia.edu/9360640/BAB_I_makalah_kaidah_dasar_bhs_indonesia, selasa 2 februari 2016 (09.30)
-          https://wendisaja.wordpress.com/2014/02/18/kaidah-dasar-bahasa-indonesia/ Rabu, 3 Februari 2016 (01.00)
-          http://www.mondayflashfiction.com/2013/05/penulisan-kata-kata-dasar-kata-turunan.html diakses pada rabu, 03 Februari 2016 (01.00)